Indonesia berada di ambang mengungkapkan rencana investasi transisi energi ambisius senilai $20 miliar pada bulan November, dengan strategis dijadwalkan sebelum KTT iklim COP28 Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP) menghadapi hambatan dan kompleksitas terkait pendanaan serta lanskap energi Indonesia.
Awalnya dijadwalkan diluncurkan pada pertengahan Agustus. Proyek JETP mengalami penundaan akibat perselisihan terkait kompleksitas pendanaan. Dan kekhawatiran terkait ketergantungan Indonesia yang tinggi pada batu bara untuk pembangkitan listrik. Rencana jadwal yang telah direvisi kini bertujuan untuk mengumpulkan umpan balik publik tentang rencana JETP mulai tanggal 1 November. Dengan peluncuran resmi yang dijadwalkan sekitar tanggal 20 November, seperti yang disampaikan oleh Paul Butarbutar, wakil sekretaris kantor JETP Indonesia.
Ketika ditanyakan tentang konsensus di antara anggota International Partners Group (IPG), yang terdiri dari negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang, bersama dengan bank pembangunan dan pemberi pinjaman swasta, mengenai rencana investasi pada saat itu, Butarbutar menjelaskan, “Fokus utama kami adalah untuk sepakat mengenai isi rencana terlebih dahulu. Sementara masalah terkait pendanaan akan dibahas secara terpisah pada tahap selanjutnya.” Dia enggan mengungkapkan rincian tambahan.
Sebagai bagian dari komitmen JETP, Indonesia telah berjanji untuk membatasi dan akhirnya mengurangi emisi karbon sektor kelistrikan menjadi 290 juta ton metrik pada tahun 2030. Sebagai imbalan, IPG berkomitmen untuk memberikan dukungan keuangan melalui kombinasi investasi ekuitas, hibah, dan pinjaman konsesional.
Pembangkit Listrik Energi Terbarukan
Salah satu titik sentral perselisihan adalah seputar pendanaan pensiun bertahap dari pembangkit listrik batu bara. Langkah penting dalam memberi ruang bagi ekspansi pembangkit listrik energi terbarukan. Indonesia, sebagai eksportir batu bara termal terkemuka di dunia, saat ini memperoleh lebih dari setengah kapasitas listriknya dari batu bara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah mendorong peningkatan alokasi hibah dalam dana tersebut untuk mengurangi tingkat suku bunga.
Anggota kelompok kerja teknis JETP mengaitkan penundaan Agustus tersebut dengan perlunya penggabungan yang tepat dari kapasitas pembangkit listrik batu bara tambahan yang dibangun di luar jaringan oleh perusahaan-perusahaan industri, termasuk smelter nikel yang berlokasi jauh.